Belum Adanya Infrastruktur Logistik Jadi Kendala Utama dalam Pengembangan Pasar Produk Kerajinan Rotan Lombok

Manajer di Lombok Bagus Art Shop dan juga Ketua Dewan Pembina DPD (Himpunan Industri Mebel dan Kerajikan Indonesia (HIMKI) NTB serta Anggota DPRD Lombok Tengah, Umar Tarip.

 

Manajer di Lombok Bagus Art Shop dan juga Ketua Dewan Pembina DPD (Himpunan Industri Mebel dan Kerajikan Indonesia (HIMKI) NTB serta Anggota DPRD Lombok Tengah, Umar Tarip.

LOMBOK TENGAH (Tilongkabilanews.id)— LOMBOK salah satu daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB)  yang dikenal dengan obyek wisatanya yang indah dan mempesona.  Selain itu di Lombok  Tengah juga memiliki potensi  sumber daya alam berupa rotan ketak yang bisa diandalkan sebagai penghasil ‘’cuan’’ atau keuntungan. Bahan baku Rotan Ketak tersebut di tangan para perajin yan ada  di Lombok Tengah  yang terampil disulap menjadi berbagai produk  kerajinan rotan bernilai ekspor.

Bacaan Lainnya

Produk rotan Lombok yang diusahakan, terutama jenis ketak, sudah dikenal luas sejak pertengahan 1990-an, yaitu dari tahun 95-an, rotan  Lombok Walaupun rotan Lombok  tersebut sudah terkendal mendunia, namun bagi pria yang kini berusia 56 tahun masih mengadapi kendala dalam mengembangkan bisnis kerajinan rotan Lombok tersebut.

Pria yang dimaksud dan  mengaku risau dalam mengembangkan bisnis kerajinan rotan Lombok itu bernama Umar Tarifp  Dia dalam kesehariannya itu, yaitu menjabat Manajer di Lombok Bagus Art Shop dan juga Ketua Dewan Pembina DPD (Himpunan Industri Mebel dan Kerajikan Indonesia (HIMKI) NTB  serta Anggota DPRD Lombok Tengah.

Di balik wajah ramahnya dan hobi bersosialisasi yang lekat, tersimpan visi besar: mengangkat kerajinan rotan Lombok agar tak lagi jadi bayang-bayang Bali.
Menurut Umar, nama Lombok nyaris tak pernah muncul dalam narasi pasar internasional. Bahkan  produk-produk buatan Lombok ini keburu dicap sebagai buatan daerah lain, di seberang sana.
Umar menjelaskan bahwa kendala utama bukan pada kualitas produk, tapi infrastruktur logistik. “Di NTB ini belum ada kargo langsung. Otomatis kita tidak bisa mandiri,” katanya. Tak heran bila branding kerajinan pun ikut bergeser, seolah berasal dari daerah lain selain Lombok.
Padahal, lanjut Umar, dari segi bahan dan keunikan, rotan ketak dari Lombok punya daya pikat tersendiri. Dulu, ketika dia masih remaja, tamu-tamu asing dari Amerika, Australia, dan Jepang berburu benda-benda kerajinan antik dari Lombok—alat masak, tempat sirih, bahkan keris tua. Ketika benda-benda antik itu habis, para pengrajin tak tinggal diam. Mereka mulai berinovasi. Bentuk-bentuk klasik itu dimodifikasi menjadi desain baru yang relevan di pasar luar negeri, namun tetap menjaga nuansa budaya. Kini, Umar dan rekan-rekan pengrajin telah punya jejaring pembeli dari berbagai belahan dunia.

Menurut Umar lebih lanjut, rotan ketak dari Lombok ini sebenarnya tidak perlu dipromosi lagi. Karena buyer dnia sudah tahu tentang rotan ketak Lombok. Tapi yang menjadi persoaan, yaitu terkait kerersediaan infrastruktur berupa layanan kargo masih harus lewat wilayah lain akhirnya Lombok selalu tertinggal dalam panggung utama.

Ketika ditanyakan sejauh mana dukungan pemerintah  daerah (Pemda) dalam pengembangan usaha kerajinan rotan ini. Umar mengungkpakan, dukungan itu sudah ada, terutama dalam hal permodalan.

“Kalau untuk pinjam-meminjam ke bank, kita nggak kesulitan,” katanya. Tapi yang lebih penting, menurutnya, adalah keberpihakan kebijakan infrastruktur industri—terutama agar Lombok punya fasilitas ekspor mandiri.
Sebagai anggota dewan, Umar kini mencoba mendorong perubahan itu dari dalam sistem. Ia menyadari betul, PAD Lombok Tengah hanya sekitar Rp 471 miliar  

“Saya tahu kondisi kita masih jauh tertinggal. Tapi bukan berarti tidak bisa mengejar,” ujarnya dengan nada optimistis.
 Kata Umar, Lombok punya segalanya: budaya, keterampilan, dan pasar. Namun yang kurang tinggal satu: pengakuan.  Untuk itu, Umar Tarip tak akan berhenti bersuara. Umar Tarip mungkin bukan nama besar. Tapi dari workshopnya di Tanah Sasak, ia sedang menuliskan sejarah—bahwa rotan tak pernah berpaling dari mereka yang setia merawatnya. Di tengah pusaran modernitas dan gempuran produk massal, Umar Tarip justru bersikeras mempertahankan akar tradisi.

“Saya tidak pernah tertarik berpindah usaha. Maksudnya sekali rotan, tetap rotan.,’’tegas Umar Tarip. Prinsip itulah yang membuatnya bertahan lebih dari dua dekade dalam dunia kerajinan rotan, meski pasar kadang naik-turun. “Bagi saya ini bukan hanya bisnis. Ini warisan budaya.”
Sebagai Ketua Dewan Pembina DPD HIMKI NTB, Umar tahu betul tantangan di balik meja rapat dan lantai produksi. Ia terus mendorong agar para pelaku usaha kecil mendapat pelatihan desain dan manajemen. “Kita ini hebat di produksi, tapi sering tertinggal di pengemasan dan branding,” jelasnya. Ia pun menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga pelatihan dan universitas, agar regenerasi pengrajin bisa berjalan seiring dengan kebutuhan zaman.
Umar juga memprioritaskan pendekatan edukatif kepada pengrajin muda. “Banyak anak muda malu kerja rotan, dianggap kuno,” ujarnya.

Terkait dengan itu, Umar pun menciptakan ruang workshop terbuka yang bisa dikunjungi pelajar dan mahasiswa. Ia ingin mengubah persepsi: bahwa rotan bukan sekadar anyaman, tetapi simbol ketekunan dan kebanggaan lokal. “Kalau kita tak jaga budaya kita, siapa lagi?” tegasnya.
Teknologi pun mulai ia sentuh. “Sekarang sudah harus main Instagram, marketplace, bahkan ekspor digital,” ungkapnya sambil tertawa kecil. Ia mengakui bahwa dunia digital adalah peluang sekaligus tantangan. Maka ia melibatkan anak-anak muda di desanya untuk belajar foto produk, membuat konten, hingga belajar cara berjualan online. “Mereka ini cepat belajarnya. Saya tinggal kasih semangat.”
Kini, Umar Tarip tak hanya dikenal sebagai pengrajin senior, tapi juga mentor yang membentuk ekosistem pengrajin Lombok Tengah. Ia percaya bahwa kemajuan industri rotan bukan hanya soal jumlah produk yang dijual, tetapi juga soal seberapa banyak nilai budaya yang bisa diwariskan. “Saya ingin anak-anak kita bisa bilang dengan bangga: ini buatan Lombok.”(Lili)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *