Iwan Sung Inginkan Produk Kerajinan Bambu Indonesia Berdaya Saing Kuat di Pasar Dunia

Founder CV. Eska Bersaudara, Iwan Sung

 

Founder CV. Eska Bersaudara, Iwan Sung

 

Bacaan Lainnya

JAKARTA(Tilongkabilanews.id)- Dimata Iwan Sung salah seorang alumnus Fakultas Seni Rupa dan Desain Univeristas Trisakti, Jakarta, bambu memiliki potensi yang besar dalam pengembangan pembuatan produk yang dihasilkannya. Maksudnya bambu itu, tidak hanya  dibuat untuk dekorasi rumah saja, tetapi juga peralatan dapur, dekorasi dinding, hingga peralatan rumah tangga sehari-hari.

’Di Indonesia sendiri  masih berkutat pemanfaatan  bambu di skala kecil. Sedangkan di China dan Vietnam, pemanfaatan bambu sebagai bahan baku industri sangat pesat. Bahkan kedua negara tersebut sudah mengekspor produk-produk bambu dalam skala besar,’’ujar Founder CV. Eska Bersaudara, Iwan Sung ketika berbincang dengan wartawan Tilongkabilanews.id. Jumat (4/7/2025),

Pesatnya perkembangan pemanfaatan bambu sebaga bahan baku industri di China dan Vietnam ini menjadi pemicu bagi Iwan Sung untuk mengembangkan industri kerajinan berbahan baku bambu berdaya saing kuat di pasar dunia.

Iwan lalu memulai studi dan uji coba yang panjang sejak 2015, dan di 2018 ia berjuang masuk sebagai pemasok IKEA. Berbekal pengalaman sejak 1999 sebagai pemasok kemasan untuk IKEA di Indonesia, ia mampu menembus persyaratan ketat dengan lebih mudah dibandingkan pemain baru.

Untuk itu Iwan pun memutuskan untuk membangun pabrik pembuatan kerajinan bambu yang berdaya saing di pasar dunia. Adapun pabrik industri pembuatan produk kerajinan ini dipilih daerah Tasimalaya. Padahal sebelumnya, kata Iwan Sung, pihak investor sebagai mitra bisnisnya mengajukan pembangunan pabrik di Bima, Nusa Tenggara Barat.

‘’Namun yang menjadi persoalan kalau dibangun pabrik di Bima  NTB itu terkendalannya infrastruktur dan tenaga kerja di sana belum memadai. Karena itu, saya merekomendasikan  kepada investor  daerah Tasikmalaya sebagai lokasi pabrik yang lebih tepat, dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia dan bahan baku bambu yang melimpah, tetapi belum tergarap optimal,’’imbuh Iwan Sung.

Iwan mengemukan, sebelum pabrik bambunya berdiri, dia sudah berhasil mengekspor lima kontainer produk ke Belanda.  Hal itu dilakukan Iwan yang membuktikan, dengan memanfaatkan jaringan yang tepat, ekspor bisa dilakukan meski fasilitas produksi belum rampung.

 Menurut Iwan,  kekuatan asosiasi seperti HIMKI (Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia) menjadi kunci penting dalam membangun jejaring bisnis, baik ke industri hulu maupun hilir.

Adapun mengenai rancangan desain produk bambu, Iwan selalu memulainya dari kebutuhan pengguna, kekuatan material, dan metode produksi. Estetika justru ia tempatkan di belakangan. Baginya, produk yang baik harus terlebih dahulu memenuhi aspek fungsional dan efisiensi produksi. Ia melihat bambu memiliki potensi yang besar, tidak hanya untuk dekorasi rumah, tetapi juga peralatan dapur, dekorasi dinding, hingga peralatan rumah tangga sehari-hari.

Namun, bambu punya musuh alami: kelembaban. Iklim tropis Indonesia menjadi tantangan berat karena kadar udara dalam bambu mudah berubah drastis begitu keluar dari proses pengeringan. Solusinya, Iwan mengembangkan teknik pengawetan alami dan ruang pengontrol kelembaban, meskipun tetap menyadari karakter bambu yang secara alamiah menyerap udara dengan cepat.

Dukungan pemerintah, menurut Iwan, sangat dibutuhkan untuk membangun standar nasional yang selama ini belum ada. Ia berharap pemerintah dan asosiasi seperti HIMKI bisa berkolaborasi dalam menetapkan standar bambu Indonesia yang diakui secara internasional. Ia juga menekankan pentingnya penguatan jaringan pemasaran dan industri pendukung untuk mempercepat pembangunan sektor ini.

Sebagai Ketua Bidang Bahan Baku Bambu dan Serat Alam DPP Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Iwan terlibat dalam penyusunan roadmap bambu nasional yang digagas pada tahun 2024. Salah satu program pentingnya adalah Bambu Akademi, yang akan dijalankan mulai tahun 2025. Program ini mencetak master bambu Indonesia, baik di sektor hulu, proses antara, maupun bawah, agar setiap lini produksi memiliki tenaga ahli yang terstandarisasi.

Konsep Bambu Akademi juga mencakup pembangunan pusat logistik bahan baku siap pakai, sehingga para pelaku hilir dapat mengakses material seperti membeli kayu lapis di toko bangunan. Model ini diharapkan mempermudah pelaku industri kecil untuk memproduksi kerajinan tanpa harus berinvestasi besar dalam pengolahan bahan baku.

Produk Kemasan KerajinanTangan

Iwan Sung sendiri menekuni berkecimpung di industri kerajinan ini tidak lepas dari ilmu dan pengalamannya yang didapat dibangku kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain Univeristas Trisakti, Jakarta . Iwan usai lulus dari salah satu kampus ternama di Jakarta ini memulai sebagai desainer kemasan transportasi, dibidang yang jarang dilirik banyak orang,

Berkarir sebagai desainer kemasan transportasi ini telah menghantarkannya menjadi sosok pengusaha, yaitu sebagai founder CV. Eska Bersaudara sejak 2023 sampai sekarang.

Iwan Sung menekuni pekerjaan dibidang desain produk industri bukanlah sesuatu yang asing bagi dirinya. Bahkan dia sendiri berkecimpung dibidang desain produk industri  tersebut kurang lebih sudah 28 tahun.

Begitu pahamnya menekuni pekerjaan tersebut, Iwan Sung pun ingin mewujudkan mimpi besarnya, yaitu membangun ekosistem Industri Handicarft Indonesia menjadi kuat dan mampu bersaing di Dunia

Menurut Iwan ilmu dibidang desain produk yang dipelajari dan ditekuninya selama di kampus Universitas Trisakti, Jakarta belum cukup untuk mengasah keterampilannya. Karena itu, dia pun melanjutkan dengan mendalami desain kerajinan tangan.

‘’Bagi saya, kerajinan tangan bukan sekadar seni, tetapi sebuah industri rumit yang memerlukan perhatian serius dari hulu ke hilir. Namun sementara ini kerajinan tangan ini menjadi sesuatu  terpinggirkan di Indonesia,’’ujar Iwan.

Lanjut Iwan Sung, dalam mengembangkan produk kerajinan tangan berupa kemasan yang digelutinya, dia lebih mengutamakan produk kemasan yang ramah lingkungan. Sementara produk kemasan yang ramah lingkungan sering diabaikan banyak orang.

Sebaliknya dengan Iwan  yang justru telah mengembangkan  produk kemasan pengganti styrofoam sejak tahun 1996.  Langkah Iwan ini merupakan sebuah terobosan yang jauh melampaui zamannya ketika isu lingkungan belum menjadi arus utama di industri.

Iwan sendiri sebelumnya mendirikan perusahaan sendiri, dia pernah  bekerja — sebagai Kepala Bagian Research & Development (1996 – 1999) dan Sales Manager (1999 – 2003) di PT. Kemas Corrupad Indonesia pada desain sudah tumbuh sejak lama.

Perjalanan bisnis Iwan kian mantap ketika ia membangun pabrik kemasan sendiri pada tahun 2003. Titik baliknya datang lima tahun kemudian, ketika Bobby Kandiawan dari  Bobby Fairco Agung Kencana yang menjadi mentornya, mengajaknya mengembangkan kotak penyimpanan berbahan karton dan anyaman pandan untuk memenuhi permintaan besar dari IKEA. Tantangan memproduksi satu juta unit per tahun itu membawanya ke dunia kerajinan tangan yang sesungguhnya. (Lili)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *