Jamiluddin Ritonga: Debat Luhut dan Mahasiswa UI dalam Ketidaksetaraan

 Nasional

 

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga

JAKARTA (Tilongkabilanews.id)-Mahasiswa UI (Universitas Indonesia) tidak puas atas ketidaksediaan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) membuka big data terkait 110 juta orang yang setuju penundaan pemilu.

‘’Ketidakpuasan mahasiswa UI itu wajar, karena LBP tidak menjelaskan kenapa tidak mau membuka big data yang digunakan. Harusnya LBP menjelaskan dasar hukum yang digunakan hingga menutup rapat big data yang dijadikannya acuan,’’kata Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga ketika berbicang-bincang dengan wartawan Tilongkabilanews.i, Sabtu(16/4/2022).

Lanjut Jamiluddin, kalau big data yang digunakannya termasuk informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan sebagaimana diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), maka wajar bila LBP menutup rapat sumber informasi. LBP justru akan dinilai melanggar hukum bila membukanya.

Namun kata Jamiluddin, bila big data yang dimilikinya bukan informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan, maka LBP tidak punya hak untuk menolak membuka sumber datanya. LBP jusuru akan dinilai melanggar UU KIP.

Menurut Jamiluddin, harus diuji terlebih dahulu apakah big data yang dimiliki LBP termasuk informasi yang dirahasiakan atau tidak ? Komisi KIP seharusnya dapat menguji hal itu agar perdebatan boleh tidaknya merahasiakan big data dapat disudahi. 

Selain itu ucap mantan Dekan FIKOM IISIP Jakaarta itu, dalam perdebatan LBP dengan mahasiswa UI memang tampak tidak seimbang. Posisi LBP tampak lebih tinggi daripada mahasiswa UI.

Posisi yang berjarak itu tentu kendali pembicaraan ada di pihak LBP. LBP terkesan lebih superior.Dilain pihak tambah Jamiluddin,  mahasiswa UI terkesan dalam kendali ĹBP. Mahasiswa akhirnya terlihat lebih inferior.Dalam kondisi ketidaksetaraan ujar dia, tentu komunikasi politik berjalan cenderung searah. Meskipun ada tanya jawab, namun komunikasi tetap berlangsung dalam kendali LBP.

‘’Model komunikasi politik seperti itu tentu tidak efektif.  Komunikasi tetap berlangsung tapi sulit menemukan kesepahaman,’’tutur dia.

Jadi, LBP lebih menerapkan komunikasi politik yang menonjolkan kekuasaan daripada kesetaraan. Pendebatan komunikasi top down ini sangat tidak sesuai dengan era demokrasi.

Karena itu, kata Jamiluddin, LBP sebaiknya memperbaiki pendekataan komunikasi politiknya. Ia harus memandang lawan komunikasinya setara agar terjadi dialog yang konstruktif. 

‘’Tanpa kesetaraan, LBP tentu akan sulit berkomunikasi dengan mahasiswa. Kebuntuhan komunikasi tentu akan membuat gap yang lebih besar antara Luhut dengan mahasiswa. Hal.itu tentu tidak sehat dalam meningkatkan demokrasi di tanah air,’’tutup Jamiluddin. (Lili).

 

banner 468x60

Author: 

Related Posts

Comments are closed.