SEMARANG(Tilongkabilanews,id – Pelaku industri mebel dan kerajinan yang tergabung dalam HIMKI (Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia) memandang persoalan bahan baku, salah satunya kayu adalah persoalan sangat penting. Karena tanpa adanya dukungan bahan baku, para pelaku industri tersebut tidak akan bisa berproduksi, sehingga peluang pasar yang bisa memberikan keuntungan pun akan hilang begitu saja.
Guna mendukung kelancaran pasokan bahan baku dan menjaga kelangsungan industri mebel dan kerajinan di dalam negeri, pihak HIMKI merasa perlu menjalin kerjasama dengan pihak lain yang bisa mensuplai kayu yang dibutuhkan industri mebel dan kerajinan di Indonesia.
Dewan Pembina DPP HIMKI, Wiradadi Soeprayogo mengemukakan, selama ini kayu yang dipergunakan pelaku industri mebel dan kerajinan anggota HIMKI untuk kebutuhan produksi berasal dari beberapa sumber penghasil kayu, yaitu dua BUMN penyedia bahan baku kayu Perhutani (wilayah Jawa) dan Inhutani (Wilayah Luar Jawa) dan swasta, yaitu perusahaan pengelola kawasan hutan atau HPH dan rakyat yang memilki pohon kayu.
‘’Kalau kayu yang berasal PT Perhutani sebagai BUMN, harganya jelas, karena keputusan penetapan harga jual kayunya ditetapkan pemerintah. Sementara kayu yang diperoleh dari HPH dan kayu rakyat, jelas harga jualnya mengikuti harga pasar,’’ ujar Wiradadi kepada Tilongkabilanews,id, Selasa (9/7/2024).
Kata Wiradadi lebih lanjut, sementara ini yang membutuhkan kayu, baik yang berasal dari PT Perhutani, HPH maupun kayu rakyat, bukan hanya anggota HIMKI saja, melainkakan juga pelaku usaha lain yang tergabung dalam ISWA ((Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia). Maksudnya, ISWA pun sangat membutuhkan kayu dari Perhutani dan HPH maupun kayu rakyat.
Karena itu untuk menjaga kelancaran pasok bahan baku kayu itu dan tidak jadi rebutan dalam memperoleh kayu tersebut, tambah Wiradadi, pihak HIMKI pun merasa perlu menjalin kerjasama dengan ISWA. Untuk itu, adanya kerjasama antara HIMKI dengan ISWA sudah sangat tepat.
“Diharapkan produk jangka panjang dari MoU ISWA dengan HIMKI nantinya akan terbentuk bisnis saling menguntungkan (B to B) antara industri primer dan industri lanjutan untuk semua jenis kayu,” katanya.
HIMKI sebagai sektor hilir tambah Wiradadi yang anggotanya para industri pengguna lanjutan kayu untuk kebutuhan produksi mebel maupun kerajinan. Sementara ISWA termasuk sektor hulu, karena memiliki domain di sektor industri primer di bidang penggergajian kayu dan olahan kayu yang akan mensuplai kayu yang dibutuhkan anggota HIMKI,
Untuk industri primer seperti ISWA, kata Wiradadi, berada di bawah penguasaan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), karena menyangkut kayu bulat atau gelondongan. Karena itu, mekanisme kerja di sektor industri pimer atau hulu ini harus sesuai dengan aturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK. Sedangkan di sektor industri hilir penguasaanya berada di Kementerian Perdagangan yang mengatur tata niaga penjualan dan Kementerian Perindustrian sebaga pembina industri.
Menurut Wiradadi, kerjasama antara HIMKI dengan ISWA ini harus senapas dan satu pemahaman dalam rangka menjaga ketersediaan bahan baku kayu yang dibutuhkan industri mebel maupun kerajinan. Karena itu kerjasama diantara keduanya harus semakin solid dan kuat, yang dapat memberikan keuntungan atau manfaat bagi kedua pihak yang melakukan kerjasama.
‘’Sebenarnya kerjasama HIMKI dengan ISWA awalnya berjalan dengan baik, namun ditengah perjalanan, kerjasama tersebut terhenti karena ada permasalahan-permasalahan yang diluar dugaan. Untuk itu, kami memandang kerjasama antara HIMKI dan ISWA ini harus dilanjutkan dan diperbaiki mekanisme,’’ kata Wiradadi.
Dia menambahkan terkait rencana untuk melanjutkan kembali kerjasama antara HIMKI dengan ISWA ini, tentunya perlu dibicarakan pada saat Rakernas (Rapat Kerja Nasional) HIMKI. Agenda untuk membahas rencana dilanjutkan kembali kerjasama itu sangat perlu, agar di kemudian hari tidak terulang lagi munculnya persoalan yang menyebabkan terhentinya kerjasama di antara kedua pihak.(Lili)