Percepatan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah dalam Upaya Optimalisasi Penyerapan APBN

 Ekonomi

 

Kasi PDMS pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Karawang, Maman Suparman .

LATAR BELAKANG

Dengan adanya perkembangan teknologi informasi, pelaksanaan belanja dan pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui mekanisme uang persediaan dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem market place dan digital payment pada Satuan Kerja yang menghubungkan antara pemesan dan penyedia barang atau jasa.

Sistem Market Place adalah sistem yang menyediakan layanan daftar penyedia barang/Jasa, pemesanan barang/jasa, pembayaran, dan pelaporan secara elektronik, dalam rangka penggunaan Uang Persediaan (UP) yang disediakan oleh bank tempat menyimpan uang persediaan.

Sedangkan Digital Payment adalah pembayaran dengan mekanisme overbooking pemindahbukuan dari Rekening Pengeluaran secara elektronik dengan Kartu Debit/Cash Management System (CMS) atau pendebetan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) ke Rekening Penyedia Barang/Jasa, dalam rangka penggunaan uang persediaan melalui sistem Market Place

Dalam penulisan literasi ini, penulis hanya akan membahas percepatan penyerapan anggaran melalui pembayaran dengan menggunakan Kartu Kredit Pemerintah (KKP). Dengan menggunakan KKP diharapkan penyerapan anggaran akan dapat lebih cepat, aman dalam bertransaksi dan dapat menghindari terjadinya penyimpangan (fraud) dari transaksi secara tunai. Dengan menggunakan KKP lebih mudah untuk melakukan monitoring, karena data transaksi ril dapat mudah terbaca disamping mempermudah bendahara dalam melakukan belanja/pembayaran barang. Belanja non tunai juga dapat mengurangi UP yang menganggur (Idle cash.) dan biaya dana (cost of fund) pemerintah dari transaksi UP.

Menteri keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP). Kartu kredit pemerintah adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah dan Satker(Satuan Kerja) berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran melalui mekanisme penerbitan SPM dan mengajukan SP2D kepada KPPN sebagaimana layaknya SPM dan SP2D UP/TUP Tunai.

Dalam penggunaan Kartu Kredit Pemerintah harus memperhatikan prinsip prinsip sebagai berikut:

  1. Fleksibel, yaitu kemudahan penggunaan (flexibility) kartu dengan jangkauan pemakaian yang lebih luas dan transaksi dapat dilakukan di seluruh merchant yang menerima pembayaran melalui mesin Electronic Data Capture (EDC)/ media daring.
  2. Aman dalam bertransaksi dan menghindari terjadinya penyimpangan (fraud) dari transaksi secara tunai.

c . Efektif dalam mengurangi U P yang menganggur (idle cash) dan biaya dana (cost of fund) pemerintah dari transaksi UP.

d . Akuntabilitas pembayaran tagihan negara dan pembebanan biaya penggunaan UP Kartu Kredit Pemerintah .

Adapun jenis Kartu Kredit Pemerintah terdiri atas:

  1. Kartu kredit untuk keperluan belanja barang operasional serta belanja modal.
  2. Kartu kredit untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan.
  3. Kartu Kredit Pemerintah untuk keperluan Belanja digunakan untuk keperluan:
  4. Belanja barang operasional, antara lain belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya;
  5. Belanja barang non operasional, antara lain belanja bahan dan belanja barang non operasional lainnya;
  6. Belanja barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi;
  7. Belanja sewa;
  8. Belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, dan belanja pemeliharaan gedung dan bangunan lainnya;
  9. Belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, antara lain belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus nonpertamina, belanja barang persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya;
  10. Belanja pemeliharaan lainnya, antara lain belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan belanja pemeliharaan lainnya; dan/ atau
  11. Belanja modal dengan nilai belanja paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) .
  12. Kartu Kredit Pemerintah untuk keperluan Belanja Perjalanan Dinas jabatan digunakan untuk komponen pembayaran biaya transport, penginapan, dan/ atau sewa kendaraan dalam kota.

Kartu kredit pemerintah untuk keperluan belanja operasional dan belanja modal dipegang oleh pejabat pengadaan barang/jasa, pejabat struktural, pelaksana, dan/ atau pegawai lainnya yang ditugaskan oleh KPA/ PPK untuk melaksanakan pembelian/ pengadaan barang/jasa. Sedangkan  Kartu Kredit Pemerintah perjalanan dinas jabatan perjalanan dinas. Adapun untuk keperluan belanja dipegang oleh pelaksana perjalanan dinas.

Setiap Satker dapat memiliki satu atau dua jenis kartu kredit pemerintah dari satu bank penerbit kartu kredit pemerintah. Jumlah kepemilikan kartu kebutuhan Kredit Pemerintah disesuaikan dengan penggunaan dan persetujuan besaran UP kartu kredit pemerintah.

Penyerapan anggaran adalah salah satu tugas dan fungsi dari pada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Untuk tercapainya Sasaran Strategis (SS)  yang diinginkan organisasi Ditjen Perbendaharaan, diperlukan suatu alat sebagai tolok ukur keberhasilan pencapaian SS atau kinerja organisasi.

Alat tersebut adalah Indikator Kinerja Utama (IKU) yang digunakan untuk memonitor perkembangan pelaksanaan anggaran satker dan menilai kualitas/kinerja yang sekaligus dapat berperan sebagai katalis perubahan perilaku dan pola pikir Satker dalam pelaksanaan anggaran.

IKU pelaksanaan anggaran bersifat Cascading yaitu proses penjabaran dan penyelarasan Sasaran Strategis Pengelolaan Treasuy Pemerintah yang akuntabel kedalam Indikator Kinerja Utama, dan/atau target IKU Nilai Kinerja Pelaksanaan K/L secara vertikal dari level unit/pegawai yang lebih tinggi ke level unit/pegawai yang lebih rendah.

Saat ini pembayaran  penggunaan kartu kredit pemerintah dilaksanakan dalam penyelesaian tagihan kepada negara melalui mekanisme Uang Persediaan (UP) dibatasi hanya untuk belanja barang dan belanja modal. Penggunaan UP KKP porsinya masih dibatasi yaitu 60% UP tunai dan 40% UP KKP dari besaran UP.

Kepala Kanwil DJPb dapat memberikan persetujuan atas perubahan proporsi UP Kartu Kredit Pemerintah, baik kenaikan atau penurunan proporsi UP KKP dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Persetujuan atas kenaikan proporsi UP kartu kredit pemerintah :
  2. Kebutuhan penggunaan UP kartu kredit pemerintah dalam 1 (satu) bulan, melampaui besaran UP kartu kredit pemerintah
  3. Frekuensi penggantian UP (GUP) Kartu Kredit Pemerintah tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dalam 1 (satu) tahun.
  4. Persetujuan atas penurunan proporsi UP Kartu Kredit Pemerintah :
  5. Kebutuhan penggunaan UP Tunai dalam 1 (satu) bulan, melampaui besaran UP Tunai
  6. frekuensi penggantian UP Tunai tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dalam 1 (satu) tahun.
  7. terbatasnya penyedia barang/jasa yang menerima pembayaran dengan Kartu Kredit Pemerintah melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA

Waktu sudah berjalan 4 (empat) tahun sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, namun dalam perjalanannya Satker masih banyak yang mengalami kendala dalam penggunaan KKP.

Hal tersebut dapat dilihat dari, aspek penyerapan anggarannya yang belum optimal sesuai dengan yang ditargetkan.

Dari aspek kuantitas, sudah 100% Satker dalam lingkup pembayaran KPPN Karawang yang telah mengaplikasikan KKP sebagaimana data dalam laporan hasil pemantauan dan evaluasi kartu kredit pemerintah tingkat Satker terkait jumlah kartu kredit yang sudah diterima.

Namun dari aspek kualitas, jumlah transaksi belanja yang dilakukan dengan menggunakan KKP masih belum memenuhi harapan. Sehingga berkesan kepemilikan KKP tersebut seolah-olah hanya sekedar memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan bagi satker untuk memiliki KKP.

PEMBAHASAN

Maksud dan tujuan dari diterapkannya peraturan terkait pembayaran dan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP), agar sejalan dengan perkembangan teknologi informasi. Untuk itu pelaksanaan belanja dan pembayaran atas beban APBN melalui mekanisme Uang Persediaan (UP) dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem marketplace yang menghubungkan antara pemesan dan penyedia barang/jasa. Dengan demikian diharapkan transaksi yang dilakukan Kementerian/Lembaga akan lebih mudah dan lebih cepat terealisasikan dan pada akhirnya penyerapan anggaran sebagaimana target yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Pada PMK Nomor 196/PMK.05/2018 pada Pasal 82 terdapat klausul ketentuan pembayaran dan penggunaan KKP dikecualikan bagi satker yang memenuhi kriteria :

  1. Tidak terdapat penyedia barang dan/atau jasa yang dapat menerima pembayaran dengan Kartu Kredit Pemerintah melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA; dan
  2. Memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp2.400.000.000 .400,- (dua miliar empat ratus juta rupiah)

Ketidak tersediaan Mesin Electronic Data Capture (EDC) pada penyedia barang/jasa, menjadi alasan utama kurang optimalnya transaksi belanja dengan menggunakan KKP, disamping adanya biaya tambahan yang tidak dapat dibebankan pada biaya transaksi seperti halnya langganan daya dan jasa dan biaya administrasi dan bunga.

Tahun 2022, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan  Nomor 58/PMK.03/2022 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah.

Dalam peraturan tersebut disebutkan yang dimaksud pihak lain adalah market place pengadaan atau ritel daring pengadaan yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antar pihak yang bertransaksi melalui sistem informasi pengadaan.

Pihak lain ditunjuk sebagai pemungut pajak untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh rekanan.

Didalam PMK nomor 58/PMK.03/2022 biaya materai dibebankan pada APBN dan Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah membebaskan Satker dari biaya penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, meliputi :

  1. Biaya keanggotaan (membership fee);
  2. Biaya pembayaran tagihan melalui Teller, ATM, dan e-banking.
  3. Biaya permintaan kenaikan batasan belanja (limit);
  4. Biaya penggantian kartu kredit karena hilang/ dicuri atau rusak;
  5. Biaya penggantian PIN;
  6. Biaya copy Billing Statement;
  7. Biaya pencetakan tambahan lembar tagihan;
  8. Biaya keterlambatan pembayaran;
  9. Biaya bunga atas tunggakan/ tagihan yang terlambat dibayarkan; dan
  10. Biaya penggunaan fasilitas airport lounge yang berkerjasama dengan Kartu Kredit Pemerintah

ANALISIS DAN KESIMPULAN    

Berdasarkan hasil pemetaan (identifikasi) ulang oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran sesuai dengan Nota Dinas Direktur Pelaksanaan Anggaran nomor ND-1013/PB.2/2022 tanggal 24 Oktober 2022 terhadap implementasi KKP pada seluruh Satker K/L wajib KKP yang dilakukan oleh seluruh KPPN, telah diidentifikasi dan terdapat 10 (sepuluh) kendala yang ditemukan dalam penggunaan KKP yang erat kaitannya dengan tugas dan wewenang dari Bank Penerbit KKP yaitu :

  1. Cukup banyaknya KKP yang belum diterbitkan oleh Bank Himbara;
  2. Adanya biaya administrasi berupa biaya tambahan (surcharge) yang dikenakan kepada pemegang KKP pada setiap transaksi;
  3. Satker K/L mengalami Kesulitan untuk mendapatkan rekanan yang memiliki mesin Electronic Data Capture (EDC);
  4. Satker K/L merasa terlalu lama untuk mendapatkan Daftar Tagihan Sementara sehingga percepatan pembayaran tagihan KKP (revolving) menjadi terhambat;
  5. Adanya Keterlambatan pihak Bank Penerbit KKP dalam menerbitkan tagihan KKP;
  6. Persyaratan pengajuan KKP yang cukup banyak;
  7. Kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang penggunaan KKP dari Bank Penerbit KKP;
  8. Proses pengurusan perubahan pemegang KKP ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama;
  9. Dikenakan biaya administrasi apabila melakukan pembayaran KKP melalui teller bank; dan
  10. Tidak disediakan aplikasi pemantauan transaksi KKP dari pihak bank penerbit KKP, sehingga apabila terjadi transaksi ganda harus menunggu billing statement terlebih dahulu.

Atas dasar hasil pemetaan dan identifikasi tersebut, Direktorat Pelaksanaan Anggaran menindak lanjutinya dengan meminta kepada para Kepala KPPN untuk melakukan langkah-langkah, sebagai berikut :

  1. Melakukan pemantauan secara rutin terhadap Satker K/L mitra kerjanya yang sudah mengajukan permohonan penerbitan KKP ke bank penerbit KKP namun belum diterima kartunya
  2. Memberitahukan kepada satker yang belum diterbitkan/memiliki KKP agar mengajukan ulang permohonan penerbitan KKP kepada bank penerbit KKP atau menghubungi bank penerbit KKP;
  3. Menegaskan kembali perlunya melakukan transaksi belanja pemerintah dengan menggunakan KKP khususnya dalam melakukan kegiatan perjalanan dinas dan keperluan operasional sehari-hari perkantoran
  4. Meminta satker K/L untuk menginformasikan/melaporkan merchant /penyedia barang/jasa yang membebankan biaya tambahan (surcharge) pada transaksi KKP kepada bank penerbit KKP;

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Karawang telah melakukan langkah-langkah yang diminta Direktorat Pelaksanaan Anggaran sebagaimana tersebut diatas. Terkait pemantauan terhadap satker K/L mitra kerja KPPN Karawang atas kepemilikan kartu KKP, dapat diketahui melalui aplikasi OM SPAN pada modul Monitoring Persetujuan UP/TUP KKP.

Dalam monitoring tersebut, sudah 100% satker mitra kerja KPPN Karawang telah  memiliki kartu KKP. Untuk poin 3 dan 4 terkait penegasan kembali atas perlunya melakukan transaksi belanja pemerintah dengan menggunakan KKP, khususnya dalam melakukan kegiatan perjalanan dinas dan keperluan operasional sehari-hari perkantoran serta meminta kepada satker untuk melaporkan merchant /penyedia barang/jasa yang membebankan biaya tambahan (surcharge) pada transaksi KKP kepada bank penerbit KKP, sentiasa diingatkan KPPN Karawang pada saat acara sosialisasi terkait realisasi pelaksanaan anggaran.

Dalam pelaksanaannya sebagaimana laporan penggunaan UP/TUP KKP Triwulan III Tahun 2022 dan hasil FGD antara Dit PA dengan Kantor Pusat Bank Himbara, masih banyak Satker yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan rekanan yang memiliki mesin Electronic Data Capture (EDC).

Tanggapan atas masalah tersebut dari Bank Hibara, pihak bank rata-rata telah menawarkan kepada merchant/vendor/penyedia barang/jasa yang belum memiliki mesin EDC, jika berkeinginan akan mendapatkan pelayanan yang cepat.

Permasalahan satker lainnya di wilayah pembayaran KPPN Karawang yang terkait penggunaan kartu KKP, yaitu Satker K/L merasa terlalu lama untuk mendapatkan daftar tagihan, sehingga hal ini akan menyebabkan terhambat percepatan pembayaran tagihan KKP (revolving)  Masalah tersebut telah ditanggapi oleh Bank Mandiri dan BRI dengan me-launching aplikasi Dashboard untuk melakukan pengecekan dan pengunduhan (download) transaksi, mutasi, dan tagihan/daftar tagihan sementara.

Sedangkan BNI membuka layanan BNI Credit Card Mobile (BCCM) yang secara real time menghasilkan data transaksi, tagihan, serta dapat melakukan pengecekan/ pengunduhan (download) secara langsung terhadap transaksi, mutasi, tagihan, dan daftar tagihan sementara.

Selanjutnya untuk memotivasi Satker agar mengoptimalkan penggunaan KKP, diperlukan pemberian Reward kepada satker yang intensif dalam melukukan transaksi menggunakan KKP. Sehingga pada akhirnya satker akan terbiasa bertransaksi dengan menggunakan KKP, disamping akan mendorong penyedia barang/jasa untuk mempersiapkan fasilitas bertransaksi dengan KKP.

KESIMPULAN

Jika Satker berbelanja kepada rekanan yang belum memiliki mesin EDC,supaya  meminta kepada rekanan tersebut untuk secepatnya mengajukan pemasangan mesin EDC kepada bank yang sama dengan rekening satker.

Jika rekanan tersebut kurang mengindahkan permintaan Satker yang menjadi rekanannya, agar berbelanja pada rekanan lainnya yang telah memiliki mesin EDC, supaya rekanan tersebut serius menanggapinya untuk memasang mesin EDC

Dengan didasarkan atas permasalahan diatas dan tanggapan atas solusinya saat dilaksanakan kegiatan FGD, penulis berkesimpulan diperlukan ketegasan sebagaimana regulasi yang telah dijalankan dan ditetapkan selama ini. Dengan berpedoman kepada hasil monitoring dan evaluasi atas penggunaan Kartu KKP terhadap Satker, juga melakukan monitoring laporan atas keseriusan bank dalam memberikan pelayan kepada Satker maupun rekanan dalam kaitannya dengan penggunaan kartu KKP.

Untuk selanjutnya dilakukan peninjauan atas porsi UP KKP dari yang sekarang porsinya dibatasi yaitu 60% UP tunai dan 40% UP KKP selanjutnya ditingkatkan secara bertahap sampai kepada porsi maksimum yang diharapkan.

Moment penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2023 telah dimanfaatkan KPPN Karawang untuk memberikan Penghargaan kepada Satker yang memiliki intensitas yang tinggi dalam penggunaan KKP, baik dari kualitas belanja maupun kuantitas belanja sebagai indikator penilaiannya. Namun demikian yang perlu dicermati yaitu pada aspek penilaiannya yang harus mengedepankan nilai-nlai keadilan, dan transparansi, sehingga dapat memotifasi Satker lainnya yang belum menerima penghargaan untuk ikut berkompetisi dalam meraih penghargaan tersebut.

Demikian literasi ini semoga dapat menjadi bahan masukan dalam menetapkan kebijakan untuk optimalisasi pelaksanaan penggunaan kartu KKP khususnya dan umumnya untuk Percepatan Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. ( Penulis : Maman Suparman, Kasi PDMS pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Karawang)

     .

 

 

 

banner 468x60

Author: 

Related Posts

Comments are closed.