
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita pada Pembukaan Pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2022 di Jakarta, Kamis (18/8/2022).
JAKARTA (Tilongkabilanews.id)- Industri furnitur dan kerajinan di dalam negeri hingga saat ini masih menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan usahanya.
‘’Saya telah menyerap beberapa isu pokok yang perlu dihadapi oleh industri furnitur dan kerajinan dalam negeri berdasarkan aspirasi yang disampikan oleh Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI),’’kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada pembukaan Pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2022 di Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Isu pokok yang dialami industri furnitur yang tergabung dalam HIMKI, kata Menperin Agus lima isu utama dan penting. Pertama, pandemi Covid-19 yang dilanjutkan dengan krisis geopolitik Rusia-Ukraina telah menyebabkan permasalahan logistik dan shipping yang berkepanjangan. Kelangkaan kontainer dan space cargo kapal masih terjadi. “Kondisi tersebut menimbulkan biaya logistik dan shipping yang tinggi, bahkan menyebabkan gagal kirim sehingga kinerja ekspor industri furnitur dan kerajinan menjadi tidak optimal dan daya saing industri furnitur dan kerajinan nasional di mata dunia melemah,” ujar Agus.
Kedua, perang Rusia-Ukraina juga telah menyebabkan market shock, di mana terjadi permintaan atau pangsa pasar akibat tingginya inflasi di negara-negara tujuan ekspor sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina. Market shock ini juga menciptakan efek domino berupa pembatalan dan penundaan order terutama dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
‘’Amerika Serikat merupakan negara utama tujuan ekspor produk funitur dan kerajinan nasional dengan kontribusi ekspor lebih dari 50%,’’ucap Menperin.
Sementara negara-negara Eropa, tambah Menperin Agus, secara total berkontribusi sekurang-kurangnya 19% dari total ekspor produk furnitur dan 10% dari produk kerajinan.
“Pembatalan atau penundaan order ini tentu menghasilkan ketidakpastian bagi industri furnitur dan kerajinan dan sangat mengganggu cashflow perusahaan,” tandasnya.
Ketiga, permasalahan domestik terkait dengan ketersediaan bahan baku. Pasokan bahan baku berupa kayu besar yang dibutuhkan oleh industri furnitur kini semakin berkurang dan langka. Selain itu, pelaku industri furnitur berbasis rotan juga dihadapkan pada permasalahan kelangkaan bahan baku rotan.
‘’Ini cukup ironis mengingat Indonesia merupakan negara penghasil 80% rotan dunia,’’sebutnya
Keempat, teknologi dan SDM. Pembaruan teknologi di industri furnitur dan kerajinan nasional belum menjangkau secara merata. Ini diakibatkan oleh biaya investasi teknologi yang relatif mahal atau kurang terjangkau baik untuk IKM maupun industri besar sesuai dengan skala masing-masing.
‘’Sementara di lini SDM, pasokan tenaga kerja yang terampil di level operator dan tenaga kerja dengan keahlian khusus dan tersertifikasi masih terbatas,’’katanya.
Kelima, isu pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Wajib. SVLK ditujukan untuk menjaga aspek kelestarian lingkungan dan lacak balak bahan baku (sustainability and traceability) pada produk kayu. Aspek sustainability dan traceability sekarang ini mendapat perhatian besar dan bahkan menjadi syarat di pasar global. Pemberlakuan SVLK wajib di industri hilir dipandang kurang relevan dan melahirkan hight cost economy di industri hilir kayu (industri furnitur dan kerajinan).
“Berbagai isu pokok tersebut telah menjadi perhatian kami, dan Kemenperin akan menyiapkan berbagai langkah dan dukungan terhadap upaya pemecahan isu-isu tersebut. Upaya ini tentu mengharuskan kami berkoordinasi dan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait lain sesuai dengan tugas dan kewenangannya” papar Menperin.
Dukungan dari pemerintah harus seiring dengan usaha keras industri furnitur dalam negeri untuk terus melakukan inovasi di setiap proses manufaktur serta ekplorasi kekayaan budaya nasional dan mengemasnya secara modern, mengikuti tren pasar global.
“Kami menaruh harapan besar agar industri furniture dan kerajinan nasional tidak semata menjadi produsen tetapi menjadi trend setter di tingkat global,” ujar Menperin.
Pada kesempatan itu, Menperin Agus memberikan apresiasi atas terselenggaranya IFEX 2022, karena selama ini terbukti membawa efek positif terhadap industri furnitur di Indonesia, sehingga pasar furnitur bisa terus berkembang. “IFEX ini merupakan pameran furnitur terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara,” ujarnya. (Lili)