
KetuaUmum HIMKI dan juga pemilik PT Kriya Nusantara Group,Abdul Sobur(baju warna putih)
JAKARTA(Tilongkabilanews.id)-Bagi pria kelahiran Bandung 10 Desember1967 menaruh perhatian terhadap pengembangan kriya. Karena bagi dia, kriya adalah seni terapan yang mencakup berbagai produk hasil keterampilan tangan.Dunia kriya itu sendiri sudah lama digeluti oleh pria lulusan Jurusan Desain Fakultas Seni ITB. Bahkan bidang kriya tersebut sudah digelutinya sejak masih muda.
Pria yang dimaksud,yaitu Abdul Sobur yang dikini dipercaya sebagai KetuaUmum HIMKI(Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia).Abdul Sobur yang dikenal sebagai salah satu ahli dibidang dalam industri mebel dan kerajinan Indonesia melalui PT Kriya Nusantara Group, perusahaan yang didirikannya pada tahun 1995 fokus pada pengembangan produk kriya dengan sentuhan seni dan desain tradisional yang khas.
‘’Kriya ini tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga mengandung budaya dan fungsionalitas,’’ujarAbdul Sobur ketika berbincang dengan wartawan Tilongkabila di sela-sela acara silturahmi dengan Menteri Perindustrian Menteri Kabinet Merah Putih, Agus Gumiwang Kartasasmita,di Jakarta,Selasa(22/10/2024)./
Lanjut Abdul Sobur menjelaskan kriya dibagi dalam tiga kategori utama yaitu kerajinan (craft), furnitur, dan dekorasi rumah.Tiga pilar kriya itu terdiri dari Seni, Tradisi, dan Fungsi.Karena itu produk-produk kriya dalam kategori Seni (grafis) dibuat secara manual atau semi-manual, seringkali berakar pada tradisi dan budJaya lokal. Contohnya adalah anyaman, ukiran kayu, batik, keramik, logam, hingga perhiasan. ‘’Keterampilan tangan yang tinggi menjadikan produk ini istimewa, menggabungkan elemen artistik dan budaya dalam setiap karyanya,’’ucap dia.
Sementara kriya di bidang furnitur berfokus pada pembuatan perabot rumah tangga dengan nilai seni tinggi. Material yang digunakan biasanya alami, seperti kayu, rotan, atau bambu, dengan desain yang artistik dan tradisional.
MenurutAbdul Sobur,keunikan furnitur kriya terletak pada detail dan sentuhan kustomisasi yang khas.
Sementara produk-produk kriya ini digunakan untuk mempercantik interior rumah, mencakup lampu, cermin, patung, hingga hiasan dinding. Dekorasi rumah menggabungkan fungsi dan estetika, serta menonjolkan nilai artistik dan budaya lokal.
Industri Kriya di Era Digital
Industri kriya di Indonesia ungkap Abdul Sobur saat ini telah mengalami perubahan signifikan, terutama dengan adanya digitalisasi dan adopsi teknologi baru. Teknologi seperti CNC router, yang mempercepat proses kerja dengan akurasi tinggi, membantu perajin kriya memperluas jangkauan pasar mereka secara nasional maupun internasional melalui platform e-commerce.
Kata Abdul Sobur, distribusi produk digital sebelum era digital seperti sekarang ini\sangat bergantung pada distribusi fisik. Tetapi saat ini produk kriya tersebut bisa dipasarkan secara global lewat toko online, media sosial, dan pameran virtual,
Walaupun demikian,ucap Abdul Sobur sentuhan personal, nilai seni, dan budaya yang melekat pada produk kriya membuat pengalaman fisik tetap relevan.
Sejauh ini pameran fisik, seperti Indonesia Furniture Expo (IFEX), masih memainkan peran penting dalam industri kriya. IFEX sendiri menjadi salah satu pameran terbaik di Asia, meskipun di tingkat global ada penurunan minat terhadap pameran fisik. Beberapa pameran besar bahkan tutup, seperti IFFS di Singapura dan IMM Koln di Eropa.
‘’Namun sekarang ini penyelenggaran pameran hibrida yang menggabungkan elemen fisik dan digital mengalami peningkatan. Maksudnya,penyelenggaran pameran hibrida ini secara transaksi fisik cenderung stabil, tetapi nilap transaksi online yang terkait dengan event tersebut justru meningkat,’’imbuh Abdul Sobur.
Pada kesempatan itu,Abdul Sobur mengungkapkan,pihaknya akan terus mendorong kolaborasi antara HIMKI dengan platform e-commerce melalui pelatihan dan pendampingan bagi perajin tradisional.
‘’Untukitu, HIMKI memandang perlu menjalin kerja sama dengan marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Alibaba, dan Etsy.Tujuannya untuk memperluas akses pasar kriya Indonesia,’’kata Abdul Sobur.
Terkait dengan itu,tambah Abdul Sobur, pengurus HIMKI akan terus membantu perajin anggota HIMKI dalam mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, mulai dari pemasaran digital hingga pengelolaan logistik dan pembayaran online.
‘’Selain itu, kami juga mengadakan workshop tentang pengemasan, branding, dan manajemen inventaris agar produk kriya lebih kompetitif di pasar digital,” ucapAbdul Sobur.
Namun, ia mengakui bahwa tantangan dalam beralih ke e-commerce tidaklah mudah. Beberapa kendala yang dihadapi perajin antara lain keterbatasan infrastruktur digital di wilayah penghasil kriya, minimnya pemahaman teknologi, serta isu logistik dalam pengiriman barang.
‘’Karena itu HIMKI telah merancang sejumlah strategi untuk mengatasi tantangan tersebut, termasuk pelatihan intensif, peningkatan akses internet, dan kemitraan dengan platform e-commerce serta perusahaan logistik,’’tutur dia.
Industri kriya dimasa akan datang,menurut Abdul Sobur akan mengarah pada integrasi antara pameran fisik dan e-commerce. Maksudnya pameran fisik dinilai masih tetap penting, karena konsumen perlu merasakan langsung produk kriya, seperti melihat detail artistik dan merasakan kualitas material. Namun, e-commerce akan menjadi saluran distribusi utama yang melengkapi pengalaman pameran fisik,” jelasnya.
Pengunjung pameran dapat langsung membeli produk secara online melalui QR code atau link ke marketplace. Model ini menciptakan ekosistem penjualan yang lebih dinamis, di mana perajin dapat memanfaatkan umpan balik dari pengunjung pameran sekaligus mengukur performa penjualan digital mereka.(Lili)