
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika.
JAKARTA (Tilongkabilanews.id)- Aktivitas industri pengolahan sawit di tanah air, termasuk yan berada di kawsan industri Dumai, Provinsi Riau kini semakin berkembang.
‘’Bahkan, aktivitasnya mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika di Jakarta, Rabu (13/7).
Dalam kesempatan kunjungan kerja Komisi VII DPR RI di Kawasan Industri Dumai, Riau, Senin lalu, Dirjen Industri Agro mengemukakan, industri pengolahan masih mendominasi dalam sumbangsihnya memacu pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dengan kontribusi sebesar 28,08 persen pada tahun 2021. Produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Riau merupakan yang terbesar kedua di Sumatra dan terbesar keenam secara nasional.
“Artinya, PDRB di Riau ini berbasis pada aktivitas sektor manufaktur. Sementara itu, secara khusus di Kota Dumai, kontribusi sektor industri pengolahan lebih dari 60 persen,” sebutnya.
Pada tahun 2021, perekonomian Riau tumbuh 3,36 persen atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang mengalami kontraksi 1,13% akibat dampak pandemi Covid-19.
Putu menyampaikan aktivitas industri pengolahan sawit telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi, khususnya di luar Pulau Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, dan wilayah timur Indonesia. Selain itu, menggerakkan aktivitas produktif kegiatan usaha kebun di sektor industri sawit, khususnya daerah 3T (terluar, tertinggal, dan terdalam).
“Bahkan, multiplier effect dari aktivitas industri pengolahan sawit ini juga, telah menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit seperti di Dumai (Riau), Sei Mangkei dan Kuala Tanjung (Sumatera Utara), Tarjun (Kalimantan Timur), dan Bitung (Sulawesi Utara),” paparnya.
Putu menambahkan, sektor industri pengolahan sawit telah menyerap tenaga kerja langsung tidak kurang dari 5,2 juta orang dan menghidupi hingga 20 juta orang dalam rantai sektor industri ini.
Pada tahun 2021, ekspor produk sawit mencapai 40,31 juta ton dengan nilai ekspor 35,79 miliar Dolar AS, meningkat sebesar 56,63% dari nilai ekspor tahun 2020.
“Dalam kurun 10 tahun, ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat cukup signifikan, dari 20% di tahun 2010 menjadi 80% pada 2020. Hal ini sesuai target peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian No 13 Tahun 2010,” ujar Putu.
Putu menegaskan, hilirisasi industri berbasis kelapa sawit merupakan salah satu keberhasilan dari kebijakan pemerintah yang menetapkan sektor ini sebagai program prioritas nasional.
“Saat ini terdapat 168 jenis produk hilir kelapa sawit yang telah mampu diproduksi oleh industri di dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel FAME. Sementara pada tahun 2011, hanya ada 54 jenis produk hilir kelapa sawit yang kita produksi,” imbuhnya.
Dalam visi hilirisasi tahun 2045, Indonesia menargetkan akan menjadi pusat produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia, sehingga mampu menjadi price setter (penentu harga) CPO global.
Adapun sejumlah kebijakan yang perlu dijalankan, antara lain peningkatan produktivitas, hilirisasi pada oleofood, oleokimia, dan biofuel. Selain itu, memperkuat ekosistem, tata kelola, dan capacity building.
Direktur Perwilayahan Industri Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan menyatakan, di Provinsi Riau terdapat tiga Kawasan Industri yang telah beroperasi dan memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI), yaitu Kawasan Industri Dumai di Kota Dumai, Kawasan Industri Tenayan di Kota Pekanbaru dan Kawasan Industri Tanjung Buton di Kabupaten Siak. Total ketiganya menempati lahan seluas kurang lebih 640 hektare dan ke depan akan terus bertambah seiring masuknya investasi di Riau.
“Kawasan Industri Dumai (KID) telah berkembang pesat, dan saat ini menjadi motor perekonomian baik di Kota Dumai maupun Provinsi Riau,” tutur Adie.(Lili).