
Tokoh seniman Sunda, Ki Dalang Wawan Dede Amung Sutarya
SUKABUMI(Tilongkabilanews.id)- Karakter budi pekerti di masyarakat, khususnya di Jawa Barat belakangan ini sudah mulai luntur. Bahkan sangat memprihatinkan. Hal ini terihat dari sikap masyarakat yang sudah tidak memperhatikan etika atau adab dalam perilaku sehari-harinya.
‘’Mulai lunturnya perilaku budi pekerti itu, kita bisa perhatikan dari sikap masyarakat itu sendiri dalam pergaulan hidup sehari-harinya, yaitu sudah berkurangnya rasa saling menghormati atau tatakrama dalam kehidupan bermasyarakat,’’ ujar tokoh seniman Sunda, Ki Dalang Wawan Dede Amung Sutarya kepada wartawan Tilongkabilanews.id dalam acara silaturahmi yang digelar SKDM (Sahabat Kang Dedi Mulyadi) SALAWASNA, di Kota Sukabumi, Minggu(11/6/2023).
Ki Dalang Wawan mengatakan lebih lanjut, perilaku masyarakat yang sudah tidak menerapkan budi pekerti dalam kehidupan bermasyarakat ini bisa dilihat secara nyata. Contohnya ada anak muda yang sudah tidak menaruh hormat atau sopan santun kepada orang tuanya maupun orang yang lebih tua usianya dari anak muda tersebut.
‘’Padahal orang tua kita dahulu sangat patuh dan hormat terhadap orang tua mereka atau orang yang lebih tua usianya. Karena orang tua kita dahulu sangat menjunjung tinggi tatakrama atau sopan santun dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Itu namanya kalau oran g tua terdahulu itu, mereka sudah menerapkan ajaran budi pekerti dalam hidup kesehariannya’’ucap Ki Dalang Wawan yang saat ini juga diberi amanah sebagai Ketua PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia) Kota Bandung.
Menurut Ki Dalang Wawan, penerapan budi pekerti yang dilakukan oleh orang tua terdahulu , sangat berbeda jauh dengan kondisi sekarang yang mulai luntur.
‘’Buktinya anak yang tidak hormat terhadap orang tua itu, contohnya kita sering mendengar atau melihat adanya kasus anak yang melawan orang tuanya. Bahkan yang lebih miris lagi, terjadinya kasus penganiayaan atau pembunuhan terhadap orang tua yang dilakukan oleh anaknya. Kalau anak tersebut memegang teguh terhadap ajaran budi pekerti, kasus kriminal seperti itu tidak akan terjadi’imbuh Ki Dalang Wawan.
Pada kesempatan itu, Ki Dalang Wawan mengungkapkan , upaya untuk memperkuat karakter budi pekerti di masyarakat Indonesia, khususnya Jawa Barat tersebut dapat dilakukan dengan menumbuhkan kembali melalui seni budaya.
‘’Karena apa yang disampaikan dalam pagelaran seni budaya itu kalau diresapi secara sungguh-sungguh mengandung makna tentang ajaran budi pekerti, yaitu mengajarkan atau menyampaikan pesan tentang sikap atau perilaku yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Ajaran tentang keharusan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari itu tentunya sesuai seperti apa yang diajarkan dalam agama. Karena ajaran agama itu sendiri merupakan tuntunan untuk umat manusia agar berperilaku baik,’beber Ki Dalang Wawan.
Seni budaya ini, ujar Ki Dalang Wawan banyak ragamnya. Diantaranya Wayang, Calung, Reog, Tari Jaipong, dan lain lainnya.
Adapun seni budaya yang digeluti Wawan saat ini, yaitu pedalangan dalam pentas Seni Wayang Golek. Keterampilan sebagai dalang itu sendiri diperoleh Wawan, yaitu dari leluhurnya, yaitu dari ayah, kake dan buyut , mereka semua ini dkenal sebagai Dalang Wayang Golek yang sangat dikenal . Selain itu juga, ilmu sebagai dalang ini pun dipelajari Ki Dalang Wawan ketika menimba ilmu di Sekolah Menengah Karawitan.
Terkait upaya untuk menumbuhkan kembali karakater budi pekerti di masyarakat, khususnya Jawa Barat melalui peran seni budaya, Ki Dalang Wawan pun ingin berkonstribusi melalui jalur DPD (Dewan Perwakilan Daerah) di Gedung Parlemen Senayan.
‘’Saya berniat untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPD dari Dapil Jawa Barat pada pesta demokrasi di tahun 2024 mendatang. Karena itu, saya mohon doa dan dukungannya dari masyarakat Jawa Barat untuk bisa meraih suara banyak dan kursi, sehingga lolos sebagai anggota DPD di parlemen,’’imbuhnya.
Dia menegaskan, jika dirinya terpilih sebagai anggota DPD bukan sebagai ajang untuk menambah kekayaan bagi pribadi dan keluarganya. Karena itu biaya untuk kebutuhan hidup sehari-hari keluarga cukup diperoleh dari honor sebagai dalang dalam pentas Wayang Golek yang sudah lama ditekuniya.
‘’Keinginan saya mencalonkan diri sebagai DPD, yaitu ingin berkontribusi membangkitkan kembali seni budaya, khususnya Seni Budaya Sunda. Jika Seni Budaya Sunda ini bangkit, kita berharap karakter budi pekerti masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Barat menjadi kuat,’’kata Ki Dalang Wawan.
Wawan menambahkan, jika terpilih sebagai anggota DPD, pihaknya akan berjuang di parlemen agar pemerintah menaruh perhatian serius dalam menghidupkan maupun mengembangkan seni budaya tersebut, melalui kebijakan maupun anggaran.
Menurut Wawan, dia mengaku prihatian atas perhatian pemerintah terhadap keberadaan seni budaya tradisional, salah satunya Wayang Golek. Keprihatinan Ki Dalang Wawan ini bukan tanpa alasan. Karena ketika dia akan menggelar pentas Wayang Golek dalam rangka memperingati Hari Pewayangan Dunia yang jatuh pada 7 November , ternyata tidak ada alokasi anggaran dari pemerintah.
‘’Padahal dalam Keputusan Presiden (Kepres) disebutkan setiap 7 November itu Hari Wayang Dunia dan harus diperingati di daerah-daerah sentra pedalangan. Namun kenyataan Kepres tentang Hari Wayang Dunia tersebut belum mendapat tanggapan serius dari pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Daerah, terkait bantuan anggaran untuk menggelar pentas Seni Wayang, salah satunya Wayang Golek,’’ujar Ketua Diklat Pedalagan PEPADI.
Sementara Ketua SKDM SALAWASNA, Wawan Kartiwan sepakat dengan Ki Dalang Wawan, digalakkannya seni budaya diyakini dapat menumbuhkan kembali karakter budi pekerti di masyarakat yang saat ini sudah mulai luntur.
‘’Penting mengenai penerapan budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat sesuai dengan slogan yang dijunjung SKDM SALAWASNA, yaitu Silih Asah, Asih dan Asuh. Maksudnya melalui slogan ini, kami di SKDM SALAWASNA berupaya untuk saling mengasihi, menyayangi dan menghormati dan kerukunan dalam kehidupan sehari-harti seperti yang dicontohkan oleh Bapak Aing, Kang Dedi Mulyadi yang menjadi pigur kita semua,’’pungkas Wawan. (Lili Supaeli).